Keterangan yang diduga sebagai keterangan palsu adalah yang membuat draf perjanjian pengelolaan nomor 12 tanggal 27 Juli 2022 dihadapan Notaris Ferry Gunawan adalah Effendi (Tergugat II).
Dari penelusuran awak media ditemukan informasi bahwa yang membuat draf perjanjian justru Ellen Sulistyo, bukan Effendi seperti yang dikoar - koarkan pihak Ellen, termasuk kesaksian dari Pendeta Novi Irawati.
Notaris Ferry Gunawan saat dikonfirmasi di kantornya, jalan Petemon Surabaya pada Selasa (23/1/2024) sore, menjelaskan bahwa draf dikirim oleh Effendi ke dirinya, dan setelah dikonfirmasi ke Effendi, Effendi menyatakan draf itu berasal dari Ellen Sulistyo.
Dari keterangan Notaris Ferry, Effendi menambahkan beberapa poin atau pokok pikiran di isi draf dengan beberapa poin antara lain, Perjanjian dengan Kodam V/Brawijaya di akomodir atau tidak ada dilanggar, dan kesepakatan minimum profit sharing sebesar Rp. 75 juta.
"Draf tidak langsung kita jadikan akte perjanjian, tapi saya pelajari apakah sesuai dengan keinginan para pihak, apakah melanggar hukum, dari pedoman draf yang disesuaikan dengan keinginan dan tidak melanggar hukum akhirnya saya buatkan Akte Perjanjian," terang Ferry.
Menurut Notaris Ferry, sebelum tanda tangan perjanjian, kedua belah pihak hadir dihadapan dirinya sebagai Notaris untuk mendengarkan dirinya membacakan akta, dan para pihak mengetahui isi perjanjian pengelolaan tersebut, dan apabila sudah sesuai dan para pihak setuju dengan isi perjanjian pengelolaan tersebut maka para pihak menandatangani perjanjian pengelolaan tersebut.
"Semua poin yang jadi kesepakatan diterima semua pihak dan perjanjian saya bacakan didepan para pihak. Termasuk MoU dan SPK antara Kodam dengan CV. Kraton ada tertulis dalam perjanjian," terang Ferry.
Bukan hanya MoU dan SPK yang tertulis didalam akte perjanjian itu, tapi pembayaran PNBP, dan profit sharing sebesar Rp. 60 juta perbulan yang awalnya pihak Effendi meminta profit sharing Rp. 75 juta perbulan.
"Terjadi argumentasi terkait profit sharing dan akhirnya sepakat Rp. 60 juta sebulan," terang Ferry.
Terkait perjanjian dianggap timpang karena tidak ada kewajiban dari Effendi, hanya kewajiban dari Ellen, seperti keterangan Pendeta Novi Irawati didalam persidangan, Notaris Ferry mengatakan semua sudah clear saat semua pihak tandatangan.
"Jika keberatan kenapa tidak diawal sebelum tandatangan perjanjian. Ada isi MoU dan SPK dalam perjanjian bu Ellen mengapa tidak bertanya, akan tetapi setuju dengan isi perjanjian. Semestinya sebelum tandatangan waktu itu jika ada poin yang tidak tepat bisa tidak setuju dan mestinya tidak tandatangan, jangan sekarang setelah beberapa bulan tandatangan perjanjian baru mempertanyakan itu, sebenarnya saya sudah menjalankan tugas menuangkan poin - poin yang diinginkan para pihak," ujar Notaris Ferry.
Notaris Ferry kesempatan itu juga menyangkal perkataan saksi Pendeta Novi, bahwa dirinya mengatakan draf perjanjian dibuat Effendi. "Saya ga pernah ngomong begitu," terang Ferry.
Dari pernyataan Notaris Ferry bahwa siapa yang buat draf terbongkar, dan perkataan Pendeta Novi bahwa yang membuat draf adalah Effendi diduga kuat ia memberi keterangan palsu atau tidak benar di hadapan persidangan.
Dari pengakuan Effendi ke Notaris Ferry bahwa draf itu dibuat oleh Ellen, hal itu diperkuat pernyataan Effendi sambil menunjukan bukti chat bahwa draf itu memang benar dibuat oleh Ellen Sulistyo.
"Jangan memutarbalikan fakta, siapa yang membuat draf perjanjian, sudah jelas Ellen yang buat kok membentuk opini dengan keterangan palsu didepan Majelis Hmakim kalau saya yang buat," ucap Effendi. Selasa (23/1/2024) malam.
Diketahui bahwa Pendeta Novi tahu kalau draf perjanjian dibuat Effendi atas perkataan Notaris Ferry saat Novi bertemu dengan Notaris Ferry, Effendi mengatakan dengan tegas semua pernyataan itu menyesatkan.
"Anda tadi kan mewawancari pak Ferry, dan beliau mengatakan tidak pernah mengatakan saya yang membuat draf. Yang membuat draf perjanjian adalah Ellen, kan sudah jelas keterangan siapa yang bohong," ujar Effendi sambil menunjukn bukti screnshoot percakapan dia dengan Ellen via whatsapp.
Salah satu komunikasi melalui pesan whatsapp menjelaskan bawah Ellen mengirim draf perjanjian. "Len. Draf Perjanjianmu tolong dikirim PDF nya ya, biar dikoreksi sama legalku," isi chat tanggal 15 Juli 2022, sambil membahas Notaris siapa yang akan dipakai untuk buat perjanjian.
Dari draf yang dibuat dan dikirim Ellen ke Effendi, akhirnya Effendi mengirimkan draf itu ke Notaris Ferry untuk dibantu dibuatkan perjanjian.
"Semua sudah ada bukti, jangan ngomong ngawur ga ada bukti, apalagi berani mengatakan tidak sebenarnya di dalam persidangan," tegas Effendi.
Kesempatan berbeda kuasa hukum Effendi, Pengacara Yafet Waruwu mengatakan ada pelanggaran pidana apabila melakukan sumpah palsu.
"Dimaksud dengan sumpah adalah tindak pidana memberikan keterangan palsu di atas sumpah yang mana keterangan itu tidak benar dan bertentangan dengan yang sebenarnya. Disebut sumpah palsu karena saksi sebelum memberikan keterangan di sidang pengadilan wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya," ujar Yafet. Selasa (23/1/2024) malam.
Yafet menerangkan syarat formil sebagai saksi fakta tidak terpenuhi atas kesaksian Novi, karena yang bersangkutan tidak melihat, menyaksikan, dan mengalami langsung.
"Saudari Novi hanya dapat cerita dari saudari Ellen. Ini namanya bukan saksi fakta, dan diduga saksi memberikan keterangan palsu dibawah sumpah," ujar Yavet.
Yafet menerangkan dipasal 373 ayat (1) UU 1/2023 Tentang Kitab Undang Undang Hukum Pidana, menjelaskan bagi orang memberikan keterangan palsu diancam pidana maksimal 7 tahun.
"Setiap orang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan harus memberikan keterangan di atas sumpah atau keterangan tersebut menimbulkan akibat hukum, memberikan keterangan palsu di atas sumpah, baik dengan lisan maupun tulisan, yang dilakukan sendiri atau oleh kuasanya yang khusus ditunjuk untuk itu, dipidana penjara paling lama 7 tahun," kata Yafet.
Sementara itu, diluar adanya dugaan kesaksian palsu dari Novi Irawati, ada beberapa keterangan yang diungkap Effendi yang bisa menjungkirbalikan argumen bahwa Ellen Sulistyo merasa ditipu.
"Justru Ellen yang selama ini memutar balikan kenyataan. Apalagi saya sudah berniat membatalkan penandatanganan perjanjian Notarial ini, tapi Ellen memohon dengan menawarkan ketemu di tengah, dan saya menanyakan, maksud nya Rp. 62.5 juta. Ellen masih ngeyel dengan minta dibulatkan Rp. 60 juta yang akhirnya disepakati oleh saya mewakili CV.Kraton Resto, dengan pertimbangan agar Ellen bisa nyaman bekerja," terbag Effendi.
"Dengan saya sudah berniat membatalkan dan Ellen terbukti justru bertahan, ini membuktikan bahwa tidak ada niat jelek dari CV. Kraton Resto untuk merugikan Ellen. Justru Ellen Sulistyo yang dari awal sudah melakukan ingkar janji dan pembohongan - pembohongan," kata Effendi.
Pembohongan yang dimaksud Effendi seperti tidak menyetorkan pendapatan resto ke rekening CV. Kraton Resto, akan tetapi di masukan ke rekening Ellen Sulistyo, tidak membayar PNBP dengan berbagai alasan, tidak membayar PB1 10% yang seharus nya dibayarkan ke Negara.
"Yang tidak kalah parah adalah mengkorupsi Service Charge 5% yang menjadi hak karyawan dengan alasan resto rugi, tidak melakukan kewajiban pembayaran Profit sharing secara rutin, tidak membayar tagihan listrik yang mejadi kewajiban operasional, mengambil inventaris Sangria Resto dengan kekerasan dengan bantuan oknum Kodam V/Brawijaya," ujar Effendi.
Effendi menjelaskan tidak ada keterbukaan keuangan restoran dilihat dari Ellen Sulistyo tidak pernah menyerahkan laporan keuangan teraudit sejak awal sampai tutup, dan tidak pernah menunjukan rekening koran untuk mempertanggung jawabkan keuangan restoran yang masuk ke rekening pribadi Ellen.
"Dugaan kuat melakukan kesepakatan dengan oknum Kodam untuk menguasai Bangunan milik CV. Kraton Resto. Begitu banyak wanprestasi dan pelanggaran yang sudah dilakukan oleh Ellen Sulistyo, dalam pengelolaan restoran Sangria by Pianoza," pungkas Effendi. (redho)
Posting Komentar