Pada 10 Juli 2021 silam, tidak tanggung - tanggung yang ungkap kasus melalui konferensi Pers adalah Kapolda Irjen Pol Nico Afinta didampingi Kabid Humas Kombes Pol Gatot Repli Handoko.
Saat itu, Nico menerangkan, Tim Satgas Gakkum Aman Nusa II Polda Jatim yang terdiri dari satuan Ditreskoba, Ditreskrimsus, Ditreskrimum, membongkar tindak pidana kasus peredaran jenis obat dan alat kesehatan dengan sengaja tidak memiliki kewenangan, keahlian kefarmasian dan mengedarkan tanpa izin edar.
Kasus ini melibatkan seorang tersangka berinisial ES jenis kelamin perempuan, warga Margorejo Indah, Kelurahan Margorejo, Kecamatan Wonocolo, Surabaya.
Pengungkapan kasus berdasarkan informasi dari masyarakat, ada terjadi peredaran jenis obat dan alat kesehatan yang dijual bebas di dalam restoran K yang berada di Jalan Dr Soetomo Surabaya.
Dari informasi tersebut, Satgas Gakkum Polda Jatim melakukan pengecekan langsung ke lokasi restoran Kayanna sekaligus tempat jualan obat dan alat kesehatan milik ES yang sebagian diperoleh dari atau produk China dan Singapura.
Motif dari ES menjual dan mengedarkan sediaan farmasi (obat dan suplemen) dan alat kesehatan (alat rapid test dan masker) untuk mencari keuntungan ke masyarakat pada saat Pandemi Covid 19.
Tersangka ES memasang logo Asia Mart disalah satu sisi ruangan dalam restoran Kayanna untuk memberikan petunjuk kepada pembeli atau pelanggan restoran bahwa Asia Mart menyediakan untuk dijual dan diedarkan obat-obatan produk dalam negeri dan luar negeri (Singapura dan China) yang saat itu sulit diperoleh di apotik dan toko obat lainnya.
Atas perbuatanya, ES dijerat Pasal 197 UU RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
"Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/ atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp. 1.5 miliar."
Pasal 62 Ayat (1) UU RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
"Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, ayat (2), dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp.2 miliar."
Dari penelusuran awak media, Tersangka ES adalah Ellen Sulistyo dan inisial nama restoran K adalah restoran Kayanna yang diketahui dikelola Ellen Sulistyo.
Ada yang aneh dalam penanganan kasus ini, Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) atas nama tersangka Ellen Sulistyo, tidak pernah ada atau tidak pernah diterima oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, hal itu terungkap dari informasi narasumber yang dapat dipercaya saat media ini melakukan investigasi.
Padahal SPDP adalah surat tertulis yang memberitahukan kepada Kepala Kejaksaan mengenai dimulainya proses penyidikan oleh penyidik kepolisian sesuai dengan Pasal 1 angka 16 Perkap 6/2019 mengenai Penyidikan Tindak Pidana. Pertanyaannya, kenapa SPDP tidak dikirimkan ke Kejaksaan ?.
Bisa diduga kuat kasus ini tidak akan pernah sampai ke meja hijau alias ke Pengadilan, bagaimana bisa sampai, kalau SPDP aja tidak dikirimkan ke Kejaksaan, bagaimana bisa Jaksa bisa menuntut kalau tidak ada SPDP yang dikirim ?.
Dari informasi didapat, kalau kasus ini diduga kuat menjadi uap terbawa angin, sehingga untuk mencari kepastian dan menghindari terjadi HOAX, jejaring media ini (Media Panjinasional) mengirimkan surat konfirmasi ke Polda Jatim tanggal 26 Januari 2024 lalu. Namun sampai berita ini di naikan tidak ada jawaban.
Beranikah Polda Jatim membuka kasus 2021 ini, agar bisa terang benderang dan bisa terungkap kasus ini di SP3 atau di duga dipetieskan oleh oknum Polda Jatim. Jika di SP3 apa dasarnya, mengingat yang ungkap kasus ini adalah Kapolda Jatim saat itu Irjen Nico.
Awak media dan jejaring media ini akan mengawal kasus ini, supaya publik bisa mengetahui perkembangan kasus, karena kasus ini diduga mencederai hati banyak orang, tersangka Ellen Sulistyo menjual obat atau vitaman dan alat kesehatan diatas Harga Eceran Tertinggi (HET) disaat pandemi Covid 19 melanda dunia termasuk Indonesia.
Publik berharap, Slogan PRESISI POLRI (Prediktif, Responsibilitas dan Transparansi Berkeadilan) yang diusung Kapolri Jenderal Listyo Sigit Probowo harus bisa terlihat dalam kasus tahun 2021 silam ini.
Polri harus bisa menjawab, bagaimana pertanggungjawaban seorang Tersangka yang saat itu di paparkan oleh orang nomor 1 di Polda Jatim, kasusnya diduga menguap tanpa kejelasan.
Publik menilai kasus ini tidak main - main karena selain Kapolda sendiri yang mengungkap, tuntutannya cukup tinggi, yaitu 15 tahun penjara. POLRI harus bisa mengungkap apakah kasus ini tidak berjalan diduga ada hubungannya dengan Mafia Hukum yang sering di gembar - gemborkan akan di basmi oleh Polri.
Penulis:Redho
Editor:Rendi
Posting Komentar