Perdebatan dimulai ketika saksi konfirmasi dihadirkan oleh Tergugat II didalam persidangan. Priyono mempertanyakan saksi sudah pernah dihadirkan dalam persidangan kenapa dihadirkan kembali.
"Kenapa ga dimasukan dalam kesimpulan, kenapa dihadirkan kembali, ada apa dengan hakim, dan konfirmasi bukti jangan dimasukan dalam catatan persidangan," ujar kuasa hukum dari Ellen Sulistyo terkesan mempertanyakan independensi hakim.
"Jangan ngatur - ngatur persidangan. Kamu jangan ngeyel. Ini persidangan bagaimana persidangan bisa lancar, semua majelis yang menilai," ujar hakim anggota perempuan, Suswanti.
Saat diketahui jika saksi yang dihadirkan kembali dipersidangan akan dikonfirmasi dengan bukti dari Tergugat I, kuasa hukum Tergugat I protes ke hakim.
"Kenapa dikonfrimasi dari bukti kita. Kenapa dari bukti kita, bukan bukti dari Tergugat II," ngotot pengacara dari Ellen Sulistyo sambil mengatakan hukum acara diatur dalam HIR.
Saat itu hakim menjawab bahwa bukti diserahkan Tergugat I setelah kehadiran saksi Tergugat II, sehingga bukti itu bisa dikonfirmasi ke saksi yang saat ini hadir.
"Prinsipnya persidangan untuk mencari terang permasalahan dengan bukti, dari pihak lawan untuk menjelaskan bukti lawan ya gapapa, kalau mau mengimbangi silakan. Ga ada di HIR diatur seperti itu. Selagi masih di koridor hukum acara tidak ada masalah, apapun yang terjadi sikapi, kalau majelis salah dalam hukum acara silakan disikapi. Kita tetap taat dalam hukum acara," tegas hakim anggota Junaedi. Hakim anggota tersebut terlihat sangat kesal dengan kuasa hukum Tergugat I, karena terkesan ngeyel dan tidak menghargai Independensi hakim. padahal pada sidang - sidang sebelumnya hakim Junaedi jarang memberikan komentar.
Sidang yang diketuai Majelis hakim Sudar didampingi dua hakim anggota, dihadiri kuasa hukum Penggugat, Tergugat I dan II, dan kuasa hukum Turut Tergugat II, akan dilanjutkan pada Selasa (2/4/2024) depan, dengan menghadirkan saksi ahli dari tergugat II.
Keanehan lain yang diamanati oleh awak media adalah keberatan pihak Ellen Sulistyo ketika Yafeti Waruwu, S.H., M.H., (kuasa hukum Tergugat II) meminta agar bukti T2.19 dan T2.20 di balik, karena Yafeti mendapatkan bahwa berkas tersebut terbalik. Yang semestinya lampiran nomor 19 di letakan pada lampiran nomor 20 dan sebalik nya.
Oleh karenanya Yafeti minta agar di benarkan susunannya. Namun dengan tanpa alasan yang bisa diterima kedua kuasa hukum dari Elllen Sulistyo ngotot menolak , dan bahkan tercetus "tuduhan" seakan hakim merubah bukti tersebut untuk keuntungan Tergugat II. Padahal tidak ada yang berubah selain memang memperbaiki susunan agar sesuai tujuan bukti tersebut.
Penolakan kuasa hukum dari Ellen Sulistyo membuat hakim maupun Yafeti terlihat emosi dan kesal. Karena selama belum kesimpulan, sebenarnya sesuai dengan hukum acara, menarik bukti atau menyerahkan bukti baru seperti yang dilakukan oleh Tergugat I pun masih diijinkan. Tentu penolakan dan ngeyelnya kuasa hukum dari Ellen Sulistyo ini menunjukan dugaan ketidak profesionalan dalam memahami hukum acara yang wajar.
Seusai sidang, kuasa hukum Tergugat II, Pengacara Yafeti Waruwu saat diwawancarai menyampaikan bahwa ada bukti tambahan yang diajukan dan tujuan dihadirkan kembali saksi akunting bernama Danang didalam persidangan hari ini adalah mengkonfirmasi bukti dari Tergugat I.
"Mengenai konfirmasi bukti tadi memang kita ajukan konfirmasi bukti terhadap saksi fakta yang kita sudah pernah periksa dan memberi keterangan, namun dalam hal ini kita sesuai dengan prosedur hukum acara. Artinya bahwa T1 memberikan bukti terakhir setelah saksi fakta sudah diperiksa, artinya kita mengajukan kepada yang mulia agar kita diberikan kesempatan untuk mendatangkan saksi fakta yang pernah diperiksa, yang melekat sumpahnya terhadap pengadilan pada saat diperiksa," ujar Yafeti.
"Hakim bersifat fair, dan memberi kesempatan untuk itu, tapi hanya fokus pada konfirmasi bukti yang diajukan oleh T1, terbukti akhirnya tadi ada temuan bahwa Tergugat I belum melakukan pembayaran listrik untuk pemakaian bulan April, Mei dan seterusnya, karena yang diserahkan adalah bukti pembayaran PLN tertanggal 27 April, untuk pemakaian bulan Maret 2023, itupun terlambat 7 hari karena pembayaran terakhir PLN adalah setiap tanggal 20. Hal ini secara telak membuktikan wanpreatasi Ellen Sulistyo, karena dalam perjanjian pengelolaan nomor 12 pembayaran listrik adalah merupakan kewajiban Ellen Sulistyo sebagai pengelola resto sebagaimana dalam akta perjanjian," terang Yafeti.
Yafeti juga mengatakan diawal sidang kuasa hukum dari Ellen Sulistyo ngotot menolak untuk melakukan konfirmasi bukti, hal itu diduga agar bukti wanprestasi tidak terbukti.
"Jadi kalau umpamanya T1 mengajukan keberatan untuk konfirmasi terhadap buktinya mereka, artinya ada sesuatu ketakutan bagi mereka untuk memeriksa bukti mereka untuk kita konfirmasi," terang Yafeti.
"Jadi ngotot tadi keliatan ada rasa ketakutan, ya kan ngotot, kok dilarang padahal ini adalah untuk menemukan sesuatu kebenaran dan keadilan dalam hal perkara ini. Jadi sangat bagus hakim memberikan kesempatan untuk konfirmasi dari saksi fakta yang mengetahui, mendengar, melihat dan melakukan terhadap hal itu yang terjadi. Dia mengakui bahwa ada yang belum dibayarkan oleh Tergugat I termasuk daripada listrik, yang kedua masalah adendum," terang Yafeti.
Terkait bukti Adendum, Yafeti menjelaskan bahwa adendum itu pernah diusulkan oleh Tergugat I namun tidak pernah disetujui oleh pihak Danang dan juga pihak Tergugat II.
"Namun Ellen Sulistyo menyerahkan foto seolah ada adendum yang ada tanda tangannya pak Effendi sebagai bukti tambahan, itu jelas bukti palsu karena dijamin 1000% tidak ada aslinya karena saya sudah konfirmasi kepada prinsipal kita, dan dijelaskan pada saat itu bukan masalah pembicaraan adendum, namun Ellen Sulistyo mengusulkan agar merubah hitung - hitungan pembagian keuntungan, hal itu karena sampai dengan bulan April Tergugat I tidak pernah menyerahkan laporan keuangan yang sejatinya harus diserahkan tanggal 15 setiap bulan," ungkap Yafeti.
"Dan pada saat itu, kakak Ellen Sulistyo yang diketahui bernama Sherly membuat coret - coret contoh perhitungan yang diusulkan, dan minta pak Effendi untuk mengetahui simulasi perhitungan yang dibuat. Karena hanya diminta mengetahui maka tanpa prasangka pak Effendi tidak mempermasalahkan. Pada saat ditinggal ke toilet, namun sekembali dari toilet, pak Effendi melihat Sherly menambahkan tulisan addendum," ungkap Yafeti.
Yafeti melanjutkan, "Merasa tidak enak dan ada maksud yang kurang baik dari tindakan Ellen Sulistyo dan Sherly, maka kertas tersebut diambil dan di robek oleh pak Effendi. Sehingga dapat dipastikan tidak pernah ada adendum seperti yang disampaikan pihak mereka. Silahkan tunjukan aslinya kalau ada."
Yafeti mengutarakan bahwa dari foto kertas yang diakui sebagai adendum, itu sendiri membuktikan adanya dugaan muslihat dan itikad buruk Tergugat I.
"Seandainya ada adendum, pada tanggal 27 April 2023, perbuatan wanprestasi Ellen Sulistyo sudah terjadi sempurna, karena tanggal 11 Mei 2023. Resto Sangria sudah ditutup," terang Yafeti.
Diujung wawancara, Yafeti menegaskan kembali terkait foto yang diakui Tergugat I sebagai foto adendum.
"Jadi, mengenai foto itu adalah foto pada saat pertemuan, tapi seakan-akan dibuat adendum, nah ini bisa dibilang bentuk rekayasa daripada pelaksanaan kegiatan - kegiatan itu, tapi sekalipun ada rekayasa itu tetapi rohnya adalah di perjanjian pengelolaan kerja sama itu yang sudah di sahkan oleh notaris dan yang sudah diakui pelaksanaannya," ujar Yafeti.
Perlu diketahui, terjadi perjanjian pengelolaan restoran Sangria by Pianoza dijalan Dr. Soetomo 130 Surabaya, antara CV Kraton Resto (manajemen restoran Sangria by Pianoza) dengan Ellen Sulistyo. Perjanjian nomor 12 ditandatangani kedua belah pihak pada 27 Juli 2022 didepan Notaris Ferry Gunawan.
Dalam pengelolaan restoran, CV. Kraton Resto menilai Ellen Sulistyo tidak memenuhi perjanjian pengelolaan, antara lain tidak membayar Pendapat Negara Bukan Pajak (PNBP), sharing profit hanya dibayarkan beberapa kali, dan tidak membayar sebagian tagihan listrik.
Karena tidak membayar PNBP, akhirnya Kodam V/ Brawijaya menutup bangunan mewah 2 lantai yang dijadikan restoran. Karena hal - hal tersebut, akhirnya CV.Kraton Resto menggugat wanprestasi Ellen Sulistyo.
Apa hubungan antara Kodam dengan CV.Kraton Resto, sehingga bangunan mewah yang difungsikan menjadi restoran Sangria by Pianoza ditutup oleh Kodam karena tidak membayar PNBP ?.
Kronologisnya adalah ditahun 2017, ada terjadi penandatanganan MoU dan dilanjutkan dengan penandatanganan PKS. Dalam MoU disebutkan pemanfaatan aset tanah TNI AD dhi. Kodam V/Brawijaya digunakan oleh CV.Kraton Resto dengan jangka waktu 30 tahun dalam 6 periodesasi, yang mana satu periodesasi berlaku selama 5 tahun.
Periodesasi pertama ditahun 2017 hingga 2022, telah dibayarkan oleh CV.Kraton Resto dan sebelum periodesasi pertama usai, terjadilah kerjasama CV.Kraton Resto dengan Ellen Sulistyo, dan PNBP berikutnya harus dibayarkan oleh Ellen Sulistyo sebagai pengelola, sesuai perjanjian nomor 12 tanggal 27 Juli 2022, akan tetapi tidak ditepati walupun ada omset restoran selama mengelola sebesar kurang lebih Rp.3 Milyar masuk ke rekening Bank Mandiri atas nama Ellen Sulistyo.
Ada hal menarik dari kejadian Ellen Sulistyo tidak membayar PNBP, dengan dasar menjaga nama baik dan hubungan baik dengan Kodam, pihak CV.Kraton Resto menjaminkan emas senilai kurang lebih Rp. 625 juta ke Aslog Kodam V/Brawijaya Kolonel CZI Srihartono, sebagai jaminan pembayaran PNBP, akan tetapi Kodam masih tetap menutup bangunan mewah yang dibangun oleh CV. Kraton Resto yang diklaim menghabiskan anggaran sebesar Rp.10 milyar lebih yang difungsikan menjadi restoran the Pianoza, dan dalam masa pengelolaan Ellen Sulistyo dengan kesepakatan bersama, akhirnya restoran the Pianoza berubah nama menjadi Sangria by Pianoza.
Penulis:redho
EditorRendi
Posting Komentar