- Pembiayaan PKL: Rp 600.000/siswa
- Pembiayaan TEFA: Rp 150.000/siswa
- Pembiayaan Ruang Rapat: Rp 100.000/siswa
- Pembiayaan Sumur Bor: Rp 75.000/siswa
- Pembiayaan Gardu Listrik: Rp 125.000/siswa
- Pembiayaan Asuransi: Rp 90.000/siswa
- Pembiayaan Batik: Rp 120.000/siswa
Saat dikonfirmasi pada 18 Juli 2024, Pak Jaelani S.Pd, Wakil Kepala Sekolah SMK N 1 Japara, menyatakan bahwa pungutan tersebut bukanlah pungli, melainkan sumbangan yang diperlukan karena banyaknya kebutuhan pendidikan yang tidak tercover Dana BOS.
"Dana tersebut sudah dibahas dengan komite dan disepakati bersama orang tua murid," ujar Pak Jaelani. Sebagai contoh, Gardu Listrik yang telah dibeli dari PLN Kuningan seharga Rp 130 juta, sebagian dananya berasal dari subsidi silang siswa. Namun, ia tidak dapat memberikan rincian total anggaran untuk keperluan lain yang belum terealisasi.
Pak Jaelani menambahkan bahwa pungutan untuk sumur bor dilakukan karena kurangnya sumber air di sekolah, terutama saat musim kemarau. Air PAM tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan 1.600 siswa, termasuk untuk berwudhu saat sholat dzuhur. Adapun biaya ruang rapat dikenakan karena sekolah belum memiliki ruangan khusus untuk rapat, sehingga harus menggunakan ruang kelas.
Untuk asuransi, Pak Jaelani menyatakan bahwa setiap siswa harus memilikinya demi keamanan selama Praktek Kerja Lapangan (PKL) atau saat berkendara. Asuransi tersebut bekerja sama dengan BPJS Ketenagakerjaan selama tiga tahun.
Sedangkan untuk biaya seragam batik, hal ini berdasarkan usulan salah satu orang tua murid agar seragam siswa tidak monoton. Pak Jaelani menekankan bahwa setiap murid harus memiliki seragam batik untuk disiplin dan keseragaman.
Menurut Peraturan Mendikbud No. 44 Tahun 2012, pungutan dan sumbangan biaya pendidikan memiliki perbedaan mendasar. Pungutan bersifat wajib dan mengikat, sedangkan sumbangan bersifat sukarela dan tidak mengikat.
Permendikbud No. 75 Tahun 2016 mengatur bahwa penggalangan dana oleh Komite Sekolah harus berbentuk sumbangan dan bantuan, bukan pungutan. Pungutan tanpa dasar hukum akan dipantau oleh Satgas Saber Pungli dan KPK, dengan sanksi pidana dan administratif yang berat bagi pelakunya.
Hukuman pidana bagi pelaku pungli bisa dijerat dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, khususnya Pasal 12 E dengan ancaman hukuman penjara minimal empat tahun dan maksimal 20 tahun. Pelaku pungli juga bisa dijerat dengan Pasal 368 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal sembilan bulan. Jika pelaku berstatus PNS, dapat dijerat dengan Pasal 423 KUHP dengan ancaman maksimal enam tahun penjara.
Sedangkan hukuman administratif bagi pelaku pelanggaran maladministrasi termasuk bagi pelaku pungli bisa dikenakan Pasal 54 hingga Pasal 58 dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Sanksi administratif berupa teguran lisan, teguran tertulis, penurunan pangkat, penurunan gaji berkala, hingga pelepasan dari jabatan.
Redaksi:Rendi
Posting Komentar