Dugaan Pengemplangan Pajak, DPP PENJARA Desak Kejari Periksa Kadis Pendapatan Labusel

KEJARKASUS.COM Kota pinang – Dugaan pengemplangan Pajak Air Bawah Tanah di Kabupaten Labuhanbatu Selatan kembali mencuat. Tim Investigasi Dewan Pimpinan Pusat Perkumpulan Pemuda Nusantara Jawa Sumatera (PENJARA) secara resmi melaporkan Kepala Dinas Pendapatan Kabupaten Labuhanbatu Selatan serta pemilik Hotel Grand Suma dan Rumah Sakit Nuraini Kotapinang ke Kejaksaan Negeri Labuhanbatu Selatan, Senin (10/3/2025).

Laporan ini diajukan setelah ditemukan sejumlah fakta yang menguatkan dugaan adanya praktik penghindaran pajak yang berpotensi merugikan daerah. Dalam temuannya, Tim Investigasi DPP PENJARA mengungkapkan beberapa indikasi kuat, di antaranya:

1. Dugaan Keterlambatan Izin dan Pembayaran Pajak

Hotel Grand Suma baru mengurus izin pada tahun 2024 serta baru mulai membayar pajak setelah adanya laporan awal dari PENJARA. Hal ini menimbulkan kecurigaan bahwa kewajiban pajak baru dipenuhi setelah mendapat tekanan.

2. Dugaan Manipulasi Data Penggunaan Air

Pihak Rumah Sakit Nuraini dan Hotel Grand Suma diduga menyamarkan jumlah titik dan perhitungan debit air yang digunakan. Selain itu, tidak digunakannya meteran air yang sesuai standar memperkuat dugaan penghindaran pajak ABT.

3. Lemahnya Pengawasan Dinas Pendapatan

Hasil investigasi menunjukkan bahwa hanya dua perusahaan yang tercatat menggunakan Pajak ABT. Padahal, diduga masih ada beberapa usaha lain yang belum terdata, menimbulkan pertanyaan besar terkait pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Pendapatan.

Direktur Lembaga Investigasi dan Penindakan DPP PENJARA, Hendra Harahap, mendesak Kejaksaan Negeri Labuhanbatu Selatan untuk segera memanggil dan memeriksa Kepala Dinas Pendapatan serta pengusaha yang diduga terlibat. Menurutnya, kasus ini tidak hanya berpotensi merugikan negara, tetapi juga menimbulkan dugaan adanya permainan antara pengusaha dan pejabat daerah.

"Kami mendesak Kejari untuk bertindak tegas dalam mengusut kasus ini. Penyelidikan harus dilakukan secara transparan agar tidak ada lagi praktik penghindaran pajak yang merugikan daerah," ujar Hendra.

Lebih lanjut, ia mengingatkan bahwa tindakan pengemplangan pajak dapat dikenakan sanksi sesuai dengan Undang-Undang Pajak dan Retribusi Daerah Pasal 174 hingga 176, yang mengatur ancaman pidana dua tahun penjara atau denda dua kali lipat dari pajak yang tidak dibayarkan.

Hendra menegaskan bahwa pajak merupakan sumber utama pemasukan negara dan daerah. Tanpa pajak, pembangunan infrastruktur, pendidikan, serta berbagai layanan publik lainnya akan terganggu. Oleh karena itu, ia meminta agar hukum ditegakkan secara adil dan transparan guna memastikan pendapatan daerah tidak terus mengalami kebocoran akibat dugaan praktik korupsi dan penghindaran pajak.



Penulis :Suleno

Editor:Rendi 

0/Post a Comment/Comments